Rabu, 21 Oktober 2009

III. FILSAFAT DAN PROFESI KEDOKTERAN(1)

III. FILSAFAT DAN PROFESI KEDOKTERAN

Dalam rangka memahami lebih banyak tentang hukum kesehatan, perlu mempelajari lebih dahulu sejarahnya. Tetapi sejarah hukum kesehatan itu sendiri juga tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan kesehatan, sehingga karenanya diperlukan ulasan terbatas mengenai sejarah tersebut, setidak-tidaknya tentang upaya manusia dalam rangka menanggulangi penyakit. Dan tentunya upaya tersebut amat tergantung pada tingkat pemahaman masyarakat tentang proses terjadinya suatu penyakit. Comte merupakan filosof beraliran positivisme yang menyatakan bahwa jaman teologis: manusia percaya bahwa di belakang kejadian-kejadian alam ada kuasa-kuasa atas kodrati yang mengatur kejadian-kejadian itu (animisme, politeisme, monotoisme), jaman metafisik: Kuasa-kuasa atas kodrati diganti dengan ide-ide dan prinsip-prinsip abstrak, jaman positif: Jaman yang tertinggi bahwa manusia membatasi diri pada fakta-fakta yang ditemukan. Pada awalnya masyarakat menganggap penyakit sebagai misteri sehingga tidak ada seorang pun yang dapat menjelaskan secara benar tentang mengapa suatu penyakit menyerang seseorang dan tidak menyerang lainnya. Pemahaman yang berkembang pada masa-masa itu selalu saja dikaitkan dengan kekuatan yang bersifat supranatural. Penyakit dianggap sebagai hukuman Tuhan atas orang-orang yang melanggar hukum-Nya atau disebabkan oleh perbuatan roh-roh jahat yang berperang melawan Dewa pelindung manusia. Oleh karena itu penyembuhannya pun hanya dapat dilakukan oleh para pendeta melalui doa atau upacara pengorbanan. Pandangan dan pemahaman seperti itulah yang kemudian melahirkan apa yang disebut “œpriestly medicine” di mana pada era itu profesi kedokteran menjadi monopoli kaum pendeta. Mereka merupakan kelompok masyarakat tertutup, yang mengajarkan ilmu kesehatan hanya di kalangan mereka sendiri serta merekrut siswanya dari golongan atas. Mereka memanfaatkan keuntungan berorganisasi dan berkodifikasi (kewenangan membuat undang-undang sebab para dokter juga dipercayai sebagai wakil Tuhan untuk membuat undang-undang di muka bumi) guna mempertahankan ketertutupan serta imag superioritas mereka. Undang-undang yang mereka buat yang memberi ancaman hukuman berat, misalnya hukuman potong tangan bagi seseorang yang melakukan pekerjaan dokter dengan menggunakan metode yang menyimpang dari buku-buku yang ditulis sebelumnya, menyebabkan orang enggan memasuki profesi ini. Salah satu contoh dari model dokter era ”œpriestly medicine” adalah Imhotep tidak saja dipercayai sebagai dokter, tetapi juga sebagai pendeta dan ahli hukum yang bertugas menyampaikan hukum Tuhan. Hanya saja Imhotep sangat berbeda dengan dokter pada umumnya mempunyai pemikiran yang lebih maju serta berhasil meletakkan landasan moral bagi pelaksanaan profesi kedokteran sehingga namanya terus dikenang sebagai Bapak Kedokteran Mesir hingga kini. Mesir memang merupakan negeri yang sejak 2000 tahun sebelum Masehi tidak hanya maju dalam bidang kedokteran, tetapi juga dikenal sebagai negeri yang sudah memiliki hukum kesehatan. Dari papirus yang ditemukan membuktikan bahwa negeri ini sudah memiliki undang-undang kesehatan yang rapi, yang hampir sama baiknya dengan undang-undang kesehatan sekarang.

Tidak ada komentar: