Rabu, 23 September 2009

(3.5)

IV. PENUTUP
Terlepas dari semua filosofi diatas, yang paling essensial adalah tujuan akhir dari semua proses berpikir manusia adalah tercapainya kondisi yang paling baik untuk dokter dan pasienya sehingga terwujudlah kesehatan itu sendiri. Di Indonesia filsafat kesehatan yang dianjurkan oleh W.H.O. itu diterima pula dan dijadikan dasar dalam gerakan kesehatan rakyat di Indonesia. Filsafat yang diandjurkan oleh W.H.O. itu ialah, bahwa kesehatan itu adalah :
“a state of complete physical, mental and social wellbeing and not merely the absence of disease or infirmity”(Suatu keadaan sempurna mengenai tubuh, rohani dan sosial, bukan saja tidak ada penjakit, uzur arau cacad).

Daftar pustaka.
1. Republished by Klinikmedis.com KEKUASAAN DOKTER DAN PERANAN SAKIT
2. Konrad Kebung, “ Dasar-Dasar Filsafat dan Logika “(ms), Ledalero, 2005, hlm. 32-33; diterjemahkan dari The Documents of Vatican II, ed. by Walter M. Abbott, SJ, ( Piscata-way, NJ: New Century Publishers, Inc., 1966), especially “Decree on Priestly Formation” , no. 15, hlm. 450).
3. IMAM DAN FILSAFAT:PERAN FILSAFAT DALAM SPIRITUALITAS DAN KARYA PASTORAL IMAM, Konrad Kebung
4. FILSAFAT DAN PERWUJUDAN DIRI,(Belajar Filsafat dan Berfilsafat), Konrad Kebung
5. Blog Just another WordPress.com weblog HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT DENGAN PENGUASAAN DAN PENGEMBANGAN ILMU
6. Sejarah Promosi Kesehatan, Tim - PUSAT PROMOSI KESEHATANDepartemen Kesehatan Republik Indonesia
7. http://www.kesimpulan.co.cc/
8. Close Snap Shares for charity HAUZAH-Lintas Paradigma Paradogma * Blog SEKS DAN KESEHATAN: Perspektif Tasawuf dalam Bingkai Filsafat Nopember 26, 2007 at 10:11 am In khazanah 4 Comments Tags: kesehatan , seks *Oleh AHMAD GIBSON AL-BUSTOMIE*

Selasa, 22 September 2009

(3.4)

Adalah Paterson yang pertama-tama mendefinisikan kekuasaan kedokteran pada tahun 1957. la membagi kekuasaan kedokteran atas tiga unsur : sapiensial, moral, dan karismatik, yang secara khas tergabung menjadi satu. Yang dimaksud dengan sapiensial ialah hak untuk didengar yang berasal dari pengetahuan atau keahlian dokter dimana boleh memberi nasihat, memberi informasi, memberi petunjuk, tapi tidak memerintah karena pengetahuannya di bidang kedokteran. Maka dia harus lebih tahu, atau tampak lebih tahu, daripada pasiennya tentang hal-hal yang berkaitan dengan kedokteran. Suatu perintah dokter itu tak lain daripada nasihat. Karena dokter tak punya kekuasaan struktural atas pasiennya dan tak berhak memerintahkan pasien melakukan sesuatu.
Unsur kedua moral, hak untuk mengendalikan dan memberi petunjuk berdasarkan etika profesi tersebut. Moral seorang dokter, yang dinyatakan dalam sumpah Hippocrates, muncul dari perhatiannya terhadap kepentingan pasien dan tindakannya yang sesuai dengan yang diharapkan darinya sebagai dokter. Menurut Paterson, apa yang dilakukan dokter itu secara sosial benar, dan secara individual baik. Ini sungguh kombinasi yang hebat, tak ada profesi lain yang menandinginya.
Unsur ketiga ialah karismatik, hak untuk mengendalikan dan memberi petunjuk yang berasal dari rahmat Tuhan. Unsur kekuasaan ini merefleksikan kesatuan semula antara agama dan kedokteran yang masih ada di banyak bagian dunia. Unsur karismatik ini penting karena profesi ini berkaitan dengan kemungkinan kematian, dan karena tidaklah mungkin menilai sepenuhnya pengetahuan seorang dokter. Terlalu banyak faktor yang tidak diketahui dan tak mungkin diketahui dalam penyakit sehingga tak mungkin kedokteran hanya bersandar pada kekuasaan sapiensial. Karena itu pula dokter sebenarnya masih memiliki sebagian dari perannya sebagai imam. Juga unsur karismatik inilah yang menyebabkan dokter tak perlu harus selalu rasional. Sesungguhnya, sampai batas tertentu dokter dibenarkan untuk bersikap.
Hidup dan mati itu tidak pasti, maka dokter sesuai untuk memiliki sifat ini juga. Rasionalitas dan konsistensi yang ekstrim hanya akan menimbulkan keraguan dalam benak pasien, karena ia tahu bahwa kedokteran berhadapan dengan suatu kekuatan yang misterius dan perkasa yang tidak selalu dapat diikuti akal manusia. Tapi tak seorang pun mengharapkan dokter berbuat kesalahan. Mereka berharapdokter telah sangat bijaksana dan orang sakit sangat menghormatinya. Tapi setelah sembuh mereka cepat melupakannya. Maka John Owen (1620) menulis : “God and the doctor, we alike adore, But only when in danger, not before, The danger o'er, both are alike requited, God is forgotten and the Doctor slighted”. (dr. E. Nugroho)

Senin, 21 September 2009

(3.3)

Beberapa perbedaan mengenai citra kedokteran itu berpangkal dari kompleksnya ilmu kedokteran itu sendiri. Sejak dua ribu lima ratus tahun yang lalu kedokteran mempunyai sedikitnya tiga aspek atau tiga fungsi yang berlainan dan kadang-kadang bertentangan. Tapi pada dasarnya fungsi-fungsi itu tidak antagonistik, bahkan harus saling mengisi. Namun kini, seperti dulu juga, yang harus terjadi tidak selalu terjadi.
Orang Yunani kuno menggambarkan fungsi-fungsi itu sbb. :
Asklepios, dewa penyembuh, punya dua anak wanita, yaitu Panacea, dewi penyembuhan (kedokteran klinik), dan Hygeia, dewi kesehatan (kesehatan masyarakat atau kedokteran
pencegahan). Dewa itu, seperti kebanyakan ayah, ingin agar anak-anaknya bekerja sama, tapi nyatanya mereka lebih sering bersaingan daripada bekcrja sama. Bila Hygeia berhasil meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit, lalu apa yang akan dilakukan Panacea ? Sebaliknya, bila Panacea menguasai alam pikiran masyarakat, siapa yang mau mendengar nasihat Hygeia ? "Kurangi makan, kurangi merokok, kurangi 'jajan' di luar, atau anda akan jatuh ke tangan saudaraku Panacea dan dokter-dokternya."
Di samping kedua dewi itu, orang Yunani mengenal ahli filsafat kedokteran yang mereka sebut Dogmatis. Mereka berpendapat bahwa kedokteran itu seharusnya suatu ilmu, seperti geometri misalnya. Ia harus bekerja dengan prinsip-prinsip yang diketahui atau ditentukan. Dogmatis meremehkan klinikus, atau Empirisi, yang mengobati orang sakit berdasarkan pengalaman mereka saja. Dan kini pun ahli-ahli ilmu kedokteran (medical scientists) masih ada yang memandang rendah klinikus, pengikut Panacea itu, yang mengobati orang sakit dari hari ke hari.
Ketiga aspek kedokteran itu —Panacea, Hygeia, dan Dogmatis— terkadang bekerja sama, kadang kala saling tak mempedulikan, dan kadang-kadang saling bertentangan; dan ini tak dapat tidak mempengaruhi kesehatan masyarakat dari jaman dulu sampai kini.
Kalau direnungkan, sebenarnya semua itu adalah akibat dari dua kenyataan hidup yang sering tak kita perhatikan. Pertama, setiap saat kita dapat sakit, luka, dan dalam bahaya maut. Kedua, sejak 40.000 tahun yang lalu — lebih kurang 1500 generasi — seperti terbukti dari penemuan arkeologis di gua-gua di Irian, selalu ada tempat tersendiri dalam masyarakat (social niche) bagi orang yang sakit atau terluka. Tanpa social niche ini kedokteran tak akan berkembang. Social niche inilah alas dari ketiga fungsi kedokteran tersebut. Maka sungguh mengherankan bahwa ini jarang dibicarakan. Baru 27 tahun yang lalu. Talcott Parsons, sosiolog terkenal dari Harvard, untuk pertama kali mendefinisikan "peranan sakit" dalam masyarakat. Ada 4 aspeknya, yang kadang-kadang disebut postulat Parsons. Pertama, tergantung dari jenis dan beratnya penyakit, orang sakit dibebaskan dari sebagian atau seluruh kewajibannya sehari-hari. Kedua, orang sakit itu tak dapat menolak penyakit dan tak dapat sembuh dengan suatu kemauan atau keputusan si sakit. Ketiga, orang sakit diharapkan ingin sembuh secepatnya. Dan akhirnya, dia diharapkan mencari pertolongan yang sesuai, biasanya kepada dokter, dan bekerja sama dengan penolongnya dalam usaha mencapai kesembuhan.